Biografi Rikza Chamami
Rikza Chamami merupakan nama yang telah diberikan oleh orang tua
dosen pengampu mata kuliyah KTI “Karya Tulis Ilmiah”. Menulis merupakan hobinya
sejak kecil dan menjadi salah satu bidang yang di sukainya. Sejak di SD beliau menyukai
pelajaran Bahasa Indonesia, guru yang mengajar menjadi guru favorit, guru
tersebut sering memberi tugas untuk menuliskan apa saja yang sering di lakukan
di rumah, mulai berangkat dari rumah dampai sekolah dan di laporkan dalam
bentuk tulisan. Selain itu juga ada tugas mengarang, kalau ada tugas beliau
sangat senang.
Ketika menjadi murid MTS beliau mulai tertarik kembali dengan dunia
nulis-menulis, mulai dari menulis Puisi sampai Cerpen yang dikirim ke majalah
yang ada di sekolah. Dari puisi yang telah di kirim ke majalah itu beliau
mempunyai moivasi “ Bahwa tulisan saya sudah di muat dan itu menjadi karya
pertama yang ada di majalah.
Ketika Aliyah tidak berbeda dengan saat MTS, semangat menulis
beliau semakin memuncak karena beliau bergabung di redaksi majalah di sekolah.
Saat itu Jurnalistik menjadi salah satu hobi favorit, hobi lainnya Pramuka,
dari ikut PKS “Polisi Keamanan Sekolah”, Saka Bayangkara di Polres Kudus, dan
Kader Disiplin Nasional di Podorejo. Di majalah sekolah beliau mulai berkembang,
termasuk di kirim mengikuti pelatihan Jurnalistik di MA Futuhiyah Mranggen.
Di saat kelas I di MA beliau juga mengikuti Traineng Jurnalistik,
pada kenaikan kelas II beliau diamanati sebagai Piner redaksi, selain itu di
kelas I beliau sudah sering wawancara dengan beberapa tokoh, salah satunya Gus
Dur. Hal itu terbawa samapai perkuliahhan. Di MA beliau juga sering mengikuti
beberapa lomba, salah satunya Karya Tulis Ilmiah, Alhamdulillah beliau menjadi
juara.
Beliau juga mempunyai hobi lain selain menulis, antara lain Rebana,
Pramuka. Di kampus pertama mengikuti organisasi di LPM Edukasi dan LPM Amanat.
Karya beliau pertama kali di muat di Koran Suara Merdeka, dan yang kedua di
Wawasan. Berangkat dari beberapa pengalaman itulah menulis sampai sekarang menjadi
hobi beliau. Inti yang beliau pegang adalah lebih baik mati dari pada hidup
tidak berkarya. Baginya, apabila beliau sudah tidak ada yang akan berbicara
adalah tulisannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar